Jawa BaratNewsPolitik

DPRD Terima Tiga Raperda soal Pajak Daerah hingga Hari Jadi Cirebon

CIREBON, (sindikasiindonesia.id).- Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Sebagai fungsi budgetair, pemungutan pajak daerah berguna untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk kepentingan pembiayaan pembangunan daerah.

Fungsi tersebut tercermin dari kehendak memperoleh penerimaan pajak daerah dalam jumlah besar dengan biaya pemungutan yang sekecil-kecilnya.

DPRD Kota Cirebon menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian tiga raperda oleh walikota Cirebon, Senin (21/8/2023), di Griya Sawala gedung DPRD.

Adapun tiga raperda tersebut yaitu Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Raperda tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko serta Raperda tentang Hari Jadi Kota Cirebon.

Ketua DPRD Kota Cirebon, Ruri Tri Lesmana mengatakan, rapat paripurna ini menindaklanjuti usulan walikota terkait tiga raperda yang disampaikan pada 16 Agustus 2023. Di mana usulan tersebut dimuat dalam dokumen Nomor 188.34/1099-Huk.

“Pada tanggal 16 Agustus 2023 Walikota Cirebon menyampaikan Nomor 188.34/1099-Huk Hal penyampaian Usulan Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Raperda tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan Raperda tentang Hari Jadi Kota Cirebon,” kata Ruri saat memimpin rapat paripurna.

Secara spesifik untuk Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kata Ruri, merupakan amanat dari UU Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Kemudian ditindaklanjuti dengan PP Nomor 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ruri menyebut aturan ini merupakan pedoman bagi pemda untuk menyusun peraturan daerah maupun peraturan kepala daerah mengenai pajak serta retribusi.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 137 dalam aturan tersebut, Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus diundangkan paling lama sampai tanggal 4 Januari 2024. Untuk itu kami meminta setelah paripurna pemandangan umum fraksi dilanjutkan dengan tanggapan atau jawaban walikota Cirebon terhadap pemandangan umum fraksi dalam rapat paripurna yang akan datang,” ujar Ruri.

Nantinya panitia khusus DPRD dan Tim Asistensi Pemda Kota Cirebon, lanjut Ruri, dalam melakukan pembahasan harus mengkajinya secara komprehensif. Mengingat penyusunan raperda tersebut dibatasi waktu. Lalu dievaluasi oleh gubernur, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

“Begitu juga terhadap Raperda tentang Penyelenggaraan dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko serta Raperda tentang Hari Jadi Cirebon agar dibahas secara komprehensif,” ungkap Ruri.

Ruri menambahkan, penyusunan dan pembahasan ketiga raperda tersebut harus dilakukan dengan cermat. Mengingat dari 17 Program Pembentukan Perda tahun 2023, baru satu raperda yang telah disetujui bersama yakni Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2022.

Sedangkan dalam sambutannya Walikota Cirebon, Drs H Nashrudin Azis SH menyampaikan untuk usulan Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berfungsi sebagai regulasi dasar dalam pemungutan pajak dan retribusi di daerah.

Oleh sebab itu, sambung Azis, materi muatan di dalamnya menjabarkan beberapa hal. Mulai dari pelaksanaan atas peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta kewenangan pada daerah otonom.

Kemudian untuk Raperda tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Azis menyebut aturan ini dapat membuka peluang bagi Pemda Kota Cirebon dalam mengembangkan sistem pendukung pelaksanaan Sistem OSS.

“Hal ini dapat lebih mengefektifkan penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko serta mengoptimalkan pelaksanaan kebijakannya di Kota Cirebon,” papar Azis.

Sementara khusus untuk Raperda tentang Hari Jadi Cirebon, Azis menerangkan perlu adanya revisi terkait rujukan dan argumen yang dipakai dalam Perda Kota Madya Daerah Tingkat II Cirebon Nomor 24/1996 tentang Hari Jadi Cirebon.

“Jika tahun 791 Hijriah dikonversi ke tahun masehi, maka akan diperoleh angka tahun 1389 Masehi. Pada tahun ini pun tidak ditemukan peristiwa monumental yang bersejarah, bila disebutkan bahwa Cirebon berdiri pada tahun 1389 Masehi, sedangkan pendirinya Pangeran Cakrabuana baru terlahir pada tahun 1423 Masehi. Sehingga, penetapan Hari Jadi Cirebon yang merujuk pada 791 Hijriah atau 1389 Masehi dianggap tidak logis karena telah terjadi anakronisme sejarah,” jelas Azis.

Merujuk pada hasil kajian dan analisis terhadap pendapat-pendapat yang ada, pihaknya menyimpulkan Cirebon berdiri pada tahun 1445 Masehi. Hal ini pun didasarkan pada peristiwa sejarah, babad alas, yang menyimbolkan awal dibukanya sebuah tempat pemukiman dan pedukuhan di Kebon Pesisir, Lemahwungkuk yang sekarang dikenal dengan nama Cirebon.

“Kesimpulannya adalah penetapan hari jadi sebuah tempat atau kota sangat penting dilakukan. Akan tetapi, hal tersebut harus didasarkan pada argumen dan fakta sejarah yang benar,” tutur Azis. (Arif/SININDO)

Related Articles

Back to top button