Langkah Pemerintah Wujudkan Pemilu 2024 Damai, Kominfo Bentuk Satgas Anti Hoaks Agar Tak Jadi Perpecahan di Masyarakat
Jakarta, (SindikasiIndonesia.id) – Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah mengampanyekan Pemilu Damai 2024. Dalam mengomunikasikan dan membangun narasi itu, Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan telah membentuk Satuan Tugas Anti Hoaks.
“Kami sudah membentuk Satgas Anti Hoaks di Kominfo yang memang tugas kami adalah melakukan penjelasan ke masyarakat. Nanti semua berita-berita palsu atau berita bohong itu kami stempelin hoaks,” jelasnya di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, seperti dikutip dari Web Kemenkominfo, Kamis 14 Desember 2023.
Menteri Budi Arie menjelaskan arahan kepada Satgas Anti Hoaks agar setiap informasi keliru baik berkategori hoaks, disinformasi, maupun misinformasi semuanya dilabeli stempel hoaks.
“Saya sudah instruksikan ke Satgas Anti Hoaks, tidak usah dibeda-bedakan mana disinformasi, misinformasi, malinformasi. Langsung saja semua distempelin hoaks biar publik gampang nangkep-nya.” ujarnya.
Menkominfo menegaskan kenetralan institusi Kementerian Kominfo dalam menindak pelaku penyebaran hoaks sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, hal itu sejalan dengan peran strategis Kementerian Kominfo dalam menjaga ruang digital selama Pemilu 2024 berlangsung.
“Kita di Kominfo netral, siapapun kandidatnya, siapapun partainya kalau difitnah bisa melaporkan kepada kami,” tandasnya.
Soal proses hukum, Menkominfo menyatakan Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP).
“Kalau soal hukumnya, kita mengacu kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pokoknya kalau melanggar hukum, kami serahkan ke penegak hukum,” tegasnya.
Menkominfo menambahkan, bahwa
sebanyak 96 temuan isu hoaks tentang pemilu teridentifikasi dan terklarifikasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sepanjang 17 Juli – 26 November 2023 lalu.
“Hoaks ini masuk ke isu-isu tersebut, dan tersebar dalam 355 konten hoaks di mana kementerian sudah melakukan take down terhadap 290 konten, ” jelasnya.
Dia menjelaskan pelaksanaan tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama antara Kemenkominfo, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain itu, sambungnya, Kemenkominfo menyiapkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan alokasi 38 Ghz VCPU (Virtual Central Processing Unit), 84 GB memory, dan 5,99 TB storage.
“Apabila diperlukan, Bawaslu dapat mengajukan permohonan penambahan kapasitas,” kata Budi.
Sementara untuk kerja sama dengan DKPP, Kemenkominfo menyiapkan PDNS sebagai infrastruktur kebutuhan database dan server aplikasi Sistem Informasi Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (Sietik).
Aplikasi tersebut disiapkan untuk menerima laporan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, Bawaslu, serta unsur penyelenggara pemilu lainnya.
Di samping itu, Kemenkominfo menyediakan akses internet di 14.351 lokasi layanan publik di seluruh Tanah Air hingga ke daerah-daerah terpencil untuk diseminasi informasi mengenai pemilu damai.
Terkait dengan upaya mewujudkan pemilu damai, Kemenkominfo siap menjalin kerja sama dengan berbagai platform pemberitaan demi memastikan terselenggaranya Pemilu Damai 2024.
Budi mengatakan upaya itu merupakan salah satu dari beberapa strategi yang disiapkan pemerintah sepanjang masa kampanye kontestasi politik di Tanah Air.
“Hal yang tidak kalah penting adalah kerja sama dengan media baik televisi, online, radio, platform digital untuk menyampaikan pesan mengenai pemilu damai,” kata Budi.
Terpisah Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Heri Wiranto mengingatkan masyarakat terkait potensi penyebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024 yang akan segera berlangsung.
“Pengalaman pada Pemilu 2019 yang lalu, bahwa mayoritas berita hoaks pada pilpres memiliki konten yang merujuk pada tindakan provokasi,” kata Heri dalam rapat koordinasi bertema “Menjaga Stabilitas Politik, Hukum, dan Keamanan pada Tahapan Pemilu 2024” di Jakarta Pusat, awal Desember 2023 lalu.
Heri mengungkapkan bahwa konten hoaks pada Pemilu 2019 terdiri atas 45 persen provokasi, 40 persen propaganda, dan sisanya berupa kritik.
“Diprediksi pada pemilu kali ini juga akan semakin meningkat yang dapat menimbulkan kebingungan masyarakat dan dapat memengaruhi jalannya pemilu serta pemilihan yang demokratis, karena bisa berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa penyebaran hoaks di masyarakat juga berpotensi melahirkan polarisasi di masyarakat apabila tidak diantisipasi.
Penyebaran hoaks melalui media sosial, tambah Heri, dapat berpengaruh pada persepsi pemilih muda yang memegang peranan penting dalam Pemilu 2024.
“Generasi milenial dan generasi Z mendominasi pemilik suara Pemilu 2024, yakni kalau ditotal sekitar 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih. Sehingga, partisipasi pemilih dari kalangan anak muda sangat memengaruhi keberlangsungan demokrasi Indonesia,” ucapnya.
Besarnya kuantitas kelompok pemilih muda, kata Heri, membuat partisipasi kelompok generasi milenial dan generasi Z sangat diperlukan.
“Untuk itu, kami perlu mendorong agar masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial, penyebaran informasi yang positif, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak berlebihan dalam mendukung pasangan calon,” kata Heri.
Implementasi tiga tindakan tersebut juga dapat mengantisipasi timbulnya berbagai gejolak yang berpotensi menimbulkan polarisasi di masyarakat, seperti terjadi pada Pemilu 2019.
Selain penyebaran hoaks, Heri menyebut beberapa hal lain juga berpotensi terjadi selama periode kampanye yang dapat mengganggu tahapan Pemilu 2024.
“Dalam proses kampanye ini, banyak potensi kerawanan yang dapat mengganggu jalannya proses demokrasi, salah satu isu yang cukup menonjol adalah adanya penyebaran berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, dan barangkali kampanye hitam,” ujar Heri.
Dirinya menambahkan, bahwa dalam berdemokrasi yang penting, kata dia masyarakat jangan sampai terpecah dan larut dalam kebencian.
“Itu kan beda pendapat saja. Kalau beda pendapat, beda pilihan itu beda referensi gapapa itu dinamika biasa. Apalagi demokrasi membolehkan berbeda pendapat. Kalau buat kami yang gak boleh itu hoax, fitnah, ujaran kebencian, dan merendahkan martabat orang lain,” pungkasnya.