MAJALENGKA, (SindikasiIndonesia.id).- Menjelang Muktamar PKB ke-6 pada tanggal 24-25 Agustus 2024 mendatang, manuver politik PBNU kian kentara. Ketua Umum PBNU, Gus Yahya yang awalnya menegasikan hubungannya dengan PKB, justru beres Pilpres mencoba mengintervensi PKB dengan membentuk Pansus PKB.
Melihat masifnya manuver Gus Yahya bersama Sekjen PBNU Saifullah Yusuf itu, Ratusan kiai se-Jawa Barat, semalam, Senin (11/8), menggelar istigasah mendoakan kelancaran Muktamar PKB yang bakal digelar di Provinsi Bali. Hadir sejumlah ulama kenamaan Jawa Barat seperti Kiai Hariri Cirebon, Kiai Syakur Majalengka, Kiai Jamal dari Bandung, juga banyak kiai lainnya dari berbagai wilayah Jawa Barat.
Dalam istigasah yang diadakan di Ponpes Suluk Mizani Majalengka itu, para kiai meminta PBNU untuk lebih fokus mengurusi umat ketimbang masuk dan cawe-cawe dalam urusan politik praktis.
“Ketimbang mengurusi PKB, lebih baik Gus Yahya memperbaiki kinerja PBNU yang belakangan mulai disorot publik. PBNU terlihat lebih fokus pada isu-isu politik dan kekuasaan daripada isu-isu moral dan keagamaan. Fokus yang berlebihan pada politik praktis membuat PBNU kehilangan fokus pada fungsi utamanya sebagai penjaga moral umat dan advokat keagamaan,” kata Kiai Hariri, Senin (12/8).
Dalam catatannya, ada beberapa isu yang meresahkan warga NU yang perlu dibereskan oleh Gus Yahya bersama Gus Ipul seperti pengelolaan tambang, cap pro zionis, gaya komunikasi, juga korupsi bekas Bendahara Umum PBNU Mardani Maming yang telah divonis 10 tahun penjara.
Keresahan para Kiai akan kepemimpinan Gus Yahya di PBNU juga dipicu oleh gaya kepemimpinannya yang dinilai otoriter. Pembekuan, pemecatan, dan likuidasi struktur Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) yang terjadi baru-baru ini menimbulkan kegelisahan di kalangan warga NU. Tindakan ini mencakup sekitar 40 cabang NU yang masa periodenya habis tanpa persetujuan untuk melakukan konferwil atau konfercab, sehingga PBNU menunjuk seorang karteker untuk menggantikan para ketua wilayah atau cabang yang dianggap tidak loyal.
“Salah satu contoh mencolok adalah pemecatan Ketua PWNU Jawa Timur, Marzuki Mustamar. Tindakan seperti ini dapat merusak soliditas dan harmoni di kalangan warga NU di tingkat akar rumput,” imbuh Kiai Hariri.
Sementara soal cap pro zionis kepada Gus Yahya harus dijawab segera. Menurutnya, indikasi kedekataan dan kemitraan Yahya Cholil Tsaquf dengan gerakan Zionis internasional sudah tercium lama, hingga akhirnya terbuka saat kunjungannya ke Israel pada tahun 2018 silam saat menjadi Katib Aam PBNU.
Kunjungan Gus Yahya ke Israel dan pertemuannya dengan Presiden Israel, Benjamin Netanyahu, adalah tindakan yang mencederai perjuangan bangsa Palestina dan mengkhianati semangat Nahdlatul Ulama (NU) yang berkomitmen untuk memerdekakan Palestina. Tindakan ini adalah bentuk pengkhianatan yang tidak hanya melukai hati umat Islam Indonesia, tetapi juga merusak citra PBNU sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Kedekatan dengan Zionis bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dipegang teguh oleh NU. Al-Quran dan hadis mengajarkan umat Islam untuk berdiri di pihak yang tertindas, bukan merangkul penjajah. Qanun Asasi NU dan Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menegaskan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Tindakan Yahya Cholil Tsaquf ini tidak hanya menunjukkan ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat Palestina, tetapi juga menunjukkan sikap yang bertentangan dengan dasar-dasar perjuangan bangsa Indonesia,” kata Kiai Syakur.
Terakhir soal pernyataan publik yang dikeluarkan oleh sejumlah pengurus PBNU dalam beberapa tahun terakhir seringkali menciptakan kegaduhan dan konflik, baik di kalangan internal NU maupun di masyarakat luas. Fenomena ini menimbulkan keprihatinan mendalam karena NU, sebagai organisasi ulama terbesar di Indonesia, memiliki sejarah panjang dalam menjaga marwah dan kehormatan melalui kebijakan yang bijaksana dan santun. Namun, belakangan ini, banyak pernyataan dari PBNU yang justru memancing kontroversi, yang pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan dan simpati publik terhadap NU.
“PBNU harus menyadari bahwa setiap pernyataan yang dikeluarkan memiliki dampak yang luas. Pernyataan yang memancing kegaduhan akan merusak kepercayaan dan simpati publik terhadap NU. Oleh karena itu, sangat penting bagi PBNU untuk kembali ke prinsip dasar NU yang selalu menjaga kesantunan dan kebijaksanaan dalam bersikap. Dengan demikian, NU dapat kembali dihormati sebagai organisasi ulama yang kompeten dan berwibawa, serta mampu menjalankan peran strategisnya dalam menjaga kedamaian dan keutuhan masyarakat Indonesia,” kata Kiai Syakur menutup. (Tama/SININDO)